PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM
BERBAGAI BENTUK
Diskriminasi dalam berbagai bentuk telah merambah ke
berbagai bidang kehidupan bangsa dan dianggap sebagai hal yang biasa dan wajar
serta tidak menganggap bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk diskriminasi.
Perlakuan diskriminatif tidak disadari oleh subjek yang
menerima perlakuan diskriminasi tersebut dan oleh yang memperlakukan tindakan
diskriminasi tersebut. Praktik diskriminasi merupakan tindakan pembedaan untuk
mendapatkan hak dan pelayanan kepada masyarakat dengan didasarkan warna kulit,
golongan, suku, etnis, agama, jenis kelamin, dan sebagainya serta akan menjadi
lebih luas cakupannya jika kita mengacu kepada Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia.
Pasal 1 ayat (3) UU tersebut menyatakan bahwa
diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung
ataupun tidak langsung didasarkan perbedaan manusia atas dasar agama, suku,
ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, dan keyakinan politik, yang berakibat pengangguran, penyimpangan atau
penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan
kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun kolektif dalam bidang
politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan yang lain.
I.
Permasalahan yang
Dihadapi
Dari segi peraturan perundang-undangan, beberapa peraturan
perundang-undangan telah diarahkan untuk menghapuskan kesenjangan dan
menghilangkan praktik diskriminasi, antara lain untuk menghapuskan diskriminasi
terhadap perempuan, suku etnis, kelompok rentan, dan kelompok minoritas. Namun,
perubahan yang diharapkan belum terwujudkan secara optimal, antara lain
disebabkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada belum dijadikan acuan
dalam melakukan tindakan untuk dijadikan dasar hukum pada proses hukum
penanganan kasus atau perkara.
Terkait
dengan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, Indonesia yang telah
meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
(Convention on The Elimination of All
Forms of Discrimination Against Women/CEDAW) atau Konvensi Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan dan melaporkan pelaksanaan upaya menghapuskan segala bentuk
diskriminasi kepada dunia internasional. Namun, harus diakui bahwa pelaksanaan
penghapusan diskriminasi terhadap perempuan ini masih menghadapi kendala yang
tidak kecil. Hal tersebut, antara lain, disebabkan kurangnya koordinasi
antarkelembagaan sehingga terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaannya. Selain
itu, juga masih ada kelemahan komitmen
instansi/lembaga yang terkait sehingga sering mengakibatkan lambatnya upaya
penanganan berbagai masalah diskriminasi di Indonesia .
Selain
itu, masih sering terjadi bahwa pelayanan kepada masyarakat menjadi kurang
dengan alasan bahwa hal itu disebabkan legitimasi dari pernyataan dalam
peraturan perundang-undangan belum mengatur ketentuan yang harus dilakukan.
Diskriminasi juga dapat terjadi, antara lain, pada
kehidupan masyarakat miskin atau kurang mampu. Akses untuk mendapatkan
pelayanan khususnya pelayanan kesehatan, masih sering menimbulkan diskriminasi,
terutama kepada golongan masyarakat miskin, dan menimbulkan ketidakadilan. Hal
tersebut, antara lain, disebabkan rendahnya kepedulian sosial penyelenggara
rumah sakit. Di samping itu, dikarenakan tidak adanya perangkat peraturan
perundang-undangan yang mempunyai aturan kekuatan hukum dan sanksi yang tegas
bagi rumah sakit yang menolak memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien miskin,
menyebabkan penolakan dan penahanan rumah sakit terhadap pasien miskin masih
sering terjadi.
Sementara itu, kondisi buruh pada umumnya, sebagai
kelompok masyarakat rentan lain yang memerlukan perlindungan, masih belum membaik
selama 2004. Penghentian hubungan kerja
oleh berbagai perusahaan karena alasan efisiensi atau penjualan perusahaan
serta pembayaran upah di bawah standar minimum yang ditetapkan Pemerintah
berlangsung selama 2004. Keadaan itu menunjukkan tidak terpenuhinya hak atas
upah yang adil sesuai dengan prestasi dan yang dapat menjamin kelangsungan
kehidupan keluarga mereka.
Selain
itu, berbagai kasus buruh migran masih mewarnai kondisi HAM di Indonesia
sepanjang 2004. Kasus-kasus tersebut merupakan permasalahan yang berlanjut yang
terjadi di tahun-tahun sebelumnya. Sepanjang 2004 buruh migran Indonesia
mengalami berbagai masalah, seperti tidak cukup terlindunginya buruh migran
perempuan, terjadinya perdagangan perempuan, perlakuan terhadap buruh yang
tidak berdokumen yang sah, pengiriman buruh migran ke wilayah konflik,
kekerasan terhadap buruh migran perempuan, pengenaan hukuman mati, dan
deportasi massal dari negara migrasi.
II.
Langkah-Langkah
Kebijakan dan Hasil-Hasil yang Dicapai
Beberapa
ketentuan yang merupakan suatu upaya untuk menghapuskan tindakan diskriminasi,
antara lain sebagai berikut.
a)
Diskriminasi terhadap
perempuan perlu mendapatkan perhatian yang lebih mengingat khusus diskriminasi
terhadap perempuan itu, Indonesia
telah meratifikasi CEDAW dengan UU No. 7 Tahun 1984. Dalam Konvensi itu
disebutkan 12 bentuk diskriminasi terhadap perempuan, yaitu (1) perempuan dan
kemiskinan; (2) pendidikan dan pelatihan perempuan; (3) perempuan dan
kesehatan; (4) kekerasan terhadap perempuan; (5) perempuan dan konflik bersenjata;
(6) perempuan dan ekonomi; (7) perempuan dalam kekuasaan dan pengambilan
keputusan; (8) mekanisme kelembagaan untuk kemajuan perempuan; (9) hak asasi
perempuan; (10) perempuan dan media; (11) perempuan dan lingkungan hidup; dan
(12) anak perempuan.
Berbagai upaya yang
telah dilakukan untuk menghapuskan dua belas bentuk diskriminasi tersebut,
antara lain yang menyangkut kekerasan terhadap perempuan dengan ditetapkannya
UU No. 23 Tahun 2004 pada September 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga. Di samping itu, dalam mendukung upaya penghapusan diskriminasi
tersebut, dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2005 akan dibahas
berbagai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan penghapusan diskriminasi
terhadap perempuan, antara lain RUU tentang Keimigrasian, RUU tentang
Kesehatan, RUU tentang Pornografi dan Pornoaksi, dan RUU tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
b)
Masih adanya pembedaan
penggolongan dalam pencatatan sipil, khususnya bagi orang keturunan Cina,
walaupun dalam akta kelahiran telah dicantumkan warga negara Indonesia, masih
diperlukan penegasan kembali dengan surat bukti kewarganegaraan RI (SBKRI).
Walaupun telah ada Keputusan Presiden tentang tidak diperlukannya SBKRI, dalam
praktiknya hal tersebut masih saja terjadi. Keadaan itu pada akhirnya dapat
menimbulkan kerancuan karena perlu adanya pembuktian kewarganegaraan terhadap
warga negara tetapi khususnya suku etnis Cina, yang telah menjadi warga negara Indonesia ,
masih perlu surat
bukti lain untuk mendukung keberadaannya. Adanya diskriminasi itu menimbulkan
ketidakadilan bagi suku/etnik tersebut karena mengalami perbedaan.
c)
Dengan diundangkannya UU
No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di
Luar Negeri, diharapkan agar aparat atau lembaga yang terkait dengan pelayanan,
penempatan, dan pelindungan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) dapat memberikan
pelindungan dan pemenuhan HAM bagi buruh pekerja migran di luar negeri.
d)
Langkah positif
dalam upaya pelindungan buruh migran adalah telah ditandatanganinya Nota
Kesepahaman (Memorandum of
Understanding/MoU) antara Indonesia
dan Malaysia .
Penandatanganan
itu mempunyai arti penting bagi upaya pelindungan migran Indonesia di Malaysia
mengingat 90 persen buruh migran di Malaysia berasal dari Indonesia.
III.
Tindak
Lanjut yang Diperlukan
Dalam
rangka penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok rentan, kelompok
minoritas, dan masyarakat miskin, perlu ditindaklanjuti, antara lain pembuatan
peraturan perundang-undangan yang tidak diskriminasi terhadap perempuan,
kelompok rentan, kelompok minoritas serta upaya pemberian pelayanan terutama
kepada masyarakat miskin melalui penguatan dukungan, komitmen, dan keinginan
yang tegas dari semua pihak terkait.
Sangat
penting pula untuk ditindaklanjuti adalah pelaksanaan yang konsisten dan
komitmen dari pimpinan pemerintahan terhadap perundang-undangan yang mendukung
upaya penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok rentan, kelompok
minoritas, dan masyarakat miskin.
Di samping
itu, untuk menjaga dan melaksanakan komitmen Indonesia sebagai konsekuensi
meratifikasi CEDAW langkah utama yang perlu ditindaklanjuti adalah melalui
sosialisasi dan peningkatan kesadaran hukum terhadap materi peraturan
perundang-undangan tidak saja kepada masyarakat, tetapi juga kepada aparat
penegak hukum sebagai landasan hukum dan juga persamaan persepsi untuk
menangani berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan, kelompok rentan, serta
kelompok minoritas. Diharapkan dengan langkah-langkah tersebut akan tercipta hubungan
yang sinergis antarinstansi penegak hukum, seperti kepolisian, kejaksaan, dan
hakim serta instansi terkait yang lain dan masyarakat luas. Di samping sangat
penting, hal itu juga untuk memperbaiki mekanisme pelayanan publik kepada
masyarakat pada umumnya dan kelompok rentan, kelompok minoritas, dan masyarakat
miskin pada khususnya sehingga upaya segala bentuk diskriminasi dapat
dihapuskan secara bertahap, tetapi pasti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar